KONAWE, KOMPAZ.ID – Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Konawe mengadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) yang fokus pada konflik lahan ulayat yang diduga diserobot oleh sejumlah perusahaan pertambangan. Pertemuan ini mempertemukan wakil rakyat dengan Forum Masyarakat Wawolemo-Pondidaha Menggugat, Rabu, 8 Oktober 2025, terkait aktivitas di Kecamatan Pondidaha dan Amonggedo.
RDP dipimpin oleh Ketua DPRD Konawe, I Made Asmaya, S.Pd., MM, didampingi Wakil Ketua I Nuryadin Tombili, serta Ketua dan anggota Komisi I dan II. Selain masyarakat adat, rapat juga dihadiri oleh perwakilan Pemerintah Kabupaten (Asisten I), Badan Pertanahan Nasional (BPN), Kabag OPS Polres Konawe, perwakilan PT ST Nikel Resources, Camat Pondidaha, Lurah Pondidaha, serta Kepala Desa Wawolemo dan Amesiu.
Dalam rapat tersebut, Ketua DPRD I Made Asmaya menyoroti ketidakhadiran beberapa perusahaan yang diundang, antara lain PT Sulemandara, PT Konawe Makmur, PT Konut Jaya Mineral, PT Konawe Metal Industri, CV Meohai Batu Bersama, dan PT Multi Bumi Sejahtera (MBS).
Ketidakhadiran ini dianggap serius oleh Ketua DPRD. “Izin Pak Kabag OPS, perusahaan yang tidak hadir ini menjadi catatan penting,” tegas I Made Asmaya kepada perwakilan Polres Konawe, mengisyaratkan agar pihak kepolisian mencatat dan menindaklanjuti hal tersebut.
Konflik klaim lahan mencuat saat perwakilan PT ST Nikel Resources menyatakan bahwa perusahaan hanya memegang Izin Usaha Pertambangan (IUP). Mereka mengklaim penambangan di fit 2 Amonggedo dilakukan di atas lahan milik masyarakat yang berpegang pada 80 Sertifikat Hak Milik (SHM) Tahun 2014.
Namun, klaim tersebut langsung dibantah oleh Usman Saeka, ahli waris yang mewakili masyarakat adat. Usman Saeka menegaskan bahwa area IUP tersebut masuk dalam Tanah Ulayat leluhurnya yang telah dikuasai turun-temurun. Ia menunjukkan bukti legalitas historis berupa surat Egindom Tahun 1925 (yang terbit sebelum Indonesia merdeka), Surat Keterangan Hak Ulayat, Surat Ahli Waris, SKT Tahun 1988, hingga Peta Kehutanan.
Usman Saeka juga mengeluhkan bahwa perusahaan tambang beraktivitas tanpa melakukan konfirmasi kepada ahli waris, dan ia menduga masalah ini diperparah dengan adanya pergeseran tapal batas antara Kecamatan Pondidaha dan Amonggedo. “Intinya masalahnya ada pada tapal batas antara kecamatan Pondidaha dan Kecamatan Amonggedo. Kami merasa dirugikan,” ungkapnya.
Menyikapi sengkarut ini, Ketua DPRD Konawe I Made Asmaya, S.Pd., M.M mengambil dua keputusan penting sebagai tindak lanjut RDP.
Pertama, untuk menyelesaikan dugaan penyerobotan, DPRD akan segera melaksanakan inspeksi mendadak (sidak) ke lokasi. Tujuannya agar ahli waris dapat secara langsung menunjukkan batas-batas fisik Tanah Ulayat seluas 2.700 Hektar berdasarkan Surat Keterangan Hak Ulayat Tahun 1987 yang mereka miliki.
Kedua, masalah pergeseran tapal batas antarkecamatan akan ditangani dalam rapat khusus pada minggu berikutnya. Rapat ini akan melibatkan Pemerintah Daerah setempat, Camat, dan para Kepala Desa terkait untuk mencari solusi administratif.
“Kita akan turun lapangan langsung setelah rapat pembahasan Tapal Batas yang rencananya minggu depan akan kita rapat bersama dengan Pemda Setempat bersama Camat dan para Kepala Desa,” tutup I Made Asmaya, menjanjikan langkah konkrit dari pihak DPRD. (Red.)